REFERENSI BERITA - Masih banyak sejarah yang belum terungkap di Kabupaten Lebak Provinsi Banten termasuk mengenai jejak pemerintahan Bupati Lebak kedua ini yaitu Raden Adipati Kerta Nata Negara.
Dulu, dalam menjalankan pemerintahannya Bupati Lebak dibantu oleh pejabat struktural dan pejabat fungsional. Pejabat struktural terdiri atas wedana, asisten wedana dan lurah atau Kepala Desa.
Adapun pejabat fungsional terdiri atas jaksa kepala, penghulu kepala, kanduran (mantri besar paseban), kumitir kepala, pengumpul pajak, demang, ngabehi, kaliwon, panglaku, lengser (kabayan), sejumlah mantri dan sebagainya.
Raden Adipati Kerta Nata Negara merupakan Bupati Lebak kedua setelah Pangeran Raden Adipati Senajaya atau Tubagus Jamil (1830), yang mulai menjabat pada 1 November 1837 pada masa kolonial Belanda.
Sebelum menjadi Bupati Lebak, R. Karta Nata Negara menjabat sebagai Demang Jasinga. Ia diangkat menjadi Bupati Lebak karena berjasa menangkap seorang tokoh perlawanan rakyat bernama Nyai Gumparo.
Bupati Lebak yang berasal dari Bogor ini mempunyai hubungan persaudaraan dengan keluarga bupati-bupati di Priangan. Kakaknya yang bernama Suryawinata adalah Bupati Bogor dan ayah mereka bernama Moh Tahir, seorang penghulu.
Baca Juga: Pasal 5: BPJS Bisa Cair Saat Usia 56 Tahun, Ini Perbedaan Permenaker Tahun 2015 dan Permenaker 2022
Pada masa pemerintahan Bupati Lebak R.T.A. Karta Nata Negara ini ditandai dengan terjadinya peristiwa-peristiwa penting, seperti pelaksanaan Sistem Tanam Paksa (culturstelsel), munculnya perlawanan rakyat, pemindahan ibu kota kabupaten dan kasus Max Havelar.
Menariknya, R.T.A. Karta Nata Negara pernah berselisih dengan masyarakat pribumi lebak lainnya, hingga akhirnya Karta Nata Negara dikritik oleh Asisten Residen Lebak Eduard Douwis Dekker atau Multatuli melalui karyanya.
Douwes Dekker mengkritik R.T.A. Karta Nata Negara dalam bukunya Max Havelar dengan cara menggambarkan sosok para kepala pribumi terutama Raden Karta Nata Negara dan menantunya Raden Wira Kusuma yang sewenang-wenang terhadap masyarakat Lebak pada waktu itu.
Baca Juga: Jika Sayang Kucing, Kamu Wajib Tahu! Kenali 9 Kesalahan yang Harus Dihentikan Para Pemilik Kucing
Pada waktu itu beberapa masyarakat pribumi melakukan perlawananan berupa pemberontakan terhadap Bupati Lebak. Oleh karena itu hal inilah yang menjadi latar belakang kenapa pada waktu itu ibu kota dipindahkan ke Warunggunung.
Pemindahan ibu kota Lebak itu disebabkan karena maraknya perlawanan rakyat, sehingga dengan pemindahan ibu kota tersebut pemerintah kolonial Belanda bisa lebih ketat dalam mengawasi bupati agar tidak membantu menghimpun perlawanan rakyat.
Artikel Terkait
Melacak Pandemi Pada Masa Penjajahan: Ketika Wabah Pes Menyerang Hindia Belanda
Diciptakan Pertamakali oleh Pengusaha Jepang, Ini Sejarah Mi Instan dan Perkembangannya di Indonesia
Sejarah Peristiwa Pengeboman Candi Borobudur 1985, Aksi Teror Ikhwatul Muslimin Pada Zaman Orde Baru
Sejarah Singkat dan Asal Usul Nama 'Cileles', Ini Penjelasan Edukasi Museum Multatuli
Mengenal Situ Kompeni, Bangunan Irigasi Peninggalan Masa Penjajahan Belanda di Gunung Kencana