Seba Baduy adalah Ungkapan Rasa Syukur Urang Kanekes kepada Tuhan

photo author
- Jumat, 6 Mei 2022 | 18:56 WIB
Seba BAduy dilakukan di Pendopo Kabupaten Lebak pada Jumat, 6 Mei 2022. (Referensi Berita)
Seba BAduy dilakukan di Pendopo Kabupaten Lebak pada Jumat, 6 Mei 2022. (Referensi Berita)

REFERENSI BERITA - Seba Baduy juga bsa dimaknai sebagai ungkapan rasa syukur warga Baduy kepada Tuhan melalui beragam upacara adat.

Seba sendiri ada dua jenis, Seba Leutik (kecil) ada juga Seba Gede atau Seba Ageung atau Seba Besar yang melibatkan lebih banyak delegasi dari biasanya.

Waktu Seba Gede ditentukan oleh Puun atas perhitungan yang dilakukannya. Seba juga bermakna menjaga ikatan persaudaraan adalah salah satu kunci kedamaian dan kesejahteraan sosial.

Baca Juga: Hepatitis Akut Mengintai, Dinkes Provinsi Banten Minta Masyarakat tetap Tenang

Pesan dari Kanekes selama ini seperti 'masuk dari kuping kanan, kemudian keluar dari kuping kiri.'

"Padahal pesan itu sangat mendasar. Jika pesan moral itu diindahkan, seperti smemanusiakan manusia, memuliakan kehidupan, menegakkan hukum dan menjaga alam, maka dipastikan tidak akan ada ketimpangan," terang pemerhati Baduy, Uday Suhada.

Dia meminta agar jangan jadikan Baduy sebagai tontonan atau obyek wisata. Sebaliknya, jadikan Baduy sebagai tuntunan, menjadikan mereka sebagai subyek peradaban manusia, melalui Saba Budaya Baduy, bukan Wisata Baduy.

Baca Juga: Kasus Pasien Ditandu Pakai Sarung Bukan Pertama Kali, ini Penilaian Tokoh Muda Pandeglang

Uday Suhada meniilai Baduy adalah pewaris tradisi lisan yang masih tersisa. Mendidik generasi muda dengan keteladanan, bukan dengan tulisan atau sekedar ucapan. Sebab nagara bakal maju, ngan Wiwitan mah kudu tetep diteguhkeun dipatuhkeun.

"Sebab tugas hidup orang Baduy adalah Ngabaratapakeun, ngabaratanghikeun titipan ti Adam Tunggal," jelasnya.

Titipan itu adalah “Tilu puluh tilu nagara, pancer salawe nagara, kawan sawidak lima”. Melalui falsafah hidup “lojor teu beunang dipotong, pondok teu beunang disambung”, Baduy mengajarkan kejujuran dan kesederhanaan hidup. Dan tak ada sejarahnya warga Baduy mati karena kelaparan.

Baca Juga: Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Rajiun, Pasien yang Ditandu Menggunakan Kain Sarung itu Akhirnya Meninggal Dunia

“Falsafah mereka, hirup mah kudu tutulung kanu butuh, tatalang kanu susah, mere kanu teu boga, nyaangan kanu poekeun, nganteur kanu sieun," ungkapnya.

Bahkan lanjutnya, dalam memperjuangkan sebuah kebenaran, membangun bangsa, ada kalimat yang sangat dahsyat maknanya, ulah gedug kalinduan, ulah rigrig kaanginan, ulah limpas kacaahan. Mun henteu, matak tambur kamenakan, matak teu awet juritan, matak leutik pangarahna-leutik pangaruhna kana ngabangun nagara.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rukman Nurhalim Mamora

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Syukuran Panen, Ratusan Warga Gumelem Gelar Gethekan

Jumat, 1 November 2024 | 22:28 WIB

Jelang DCF, Film Di Hyang Negeri di Atas Awan Dirilis

Jumat, 23 Agustus 2024 | 12:31 WIB
X