REFERENSI BERITA - Seba Baduy juga bsa dimaknai sebagai ungkapan rasa syukur warga Baduy kepada Tuhan melalui beragam upacara adat.
Seba sendiri ada dua jenis, Seba Leutik (kecil) ada juga Seba Gede atau Seba Ageung atau Seba Besar yang melibatkan lebih banyak delegasi dari biasanya.
Waktu Seba Gede ditentukan oleh Puun atas perhitungan yang dilakukannya. Seba juga bermakna menjaga ikatan persaudaraan adalah salah satu kunci kedamaian dan kesejahteraan sosial.
Baca Juga: Hepatitis Akut Mengintai, Dinkes Provinsi Banten Minta Masyarakat tetap Tenang
Pesan dari Kanekes selama ini seperti 'masuk dari kuping kanan, kemudian keluar dari kuping kiri.'
"Padahal pesan itu sangat mendasar. Jika pesan moral itu diindahkan, seperti smemanusiakan manusia, memuliakan kehidupan, menegakkan hukum dan menjaga alam, maka dipastikan tidak akan ada ketimpangan," terang pemerhati Baduy, Uday Suhada.
Dia meminta agar jangan jadikan Baduy sebagai tontonan atau obyek wisata. Sebaliknya, jadikan Baduy sebagai tuntunan, menjadikan mereka sebagai subyek peradaban manusia, melalui Saba Budaya Baduy, bukan Wisata Baduy.
Baca Juga: Kasus Pasien Ditandu Pakai Sarung Bukan Pertama Kali, ini Penilaian Tokoh Muda Pandeglang
Uday Suhada meniilai Baduy adalah pewaris tradisi lisan yang masih tersisa. Mendidik generasi muda dengan keteladanan, bukan dengan tulisan atau sekedar ucapan. Sebab nagara bakal maju, ngan Wiwitan mah kudu tetep diteguhkeun dipatuhkeun.
"Sebab tugas hidup orang Baduy adalah Ngabaratapakeun, ngabaratanghikeun titipan ti Adam Tunggal," jelasnya.
Titipan itu adalah “Tilu puluh tilu nagara, pancer salawe nagara, kawan sawidak lima”. Melalui falsafah hidup “lojor teu beunang dipotong, pondok teu beunang disambung”, Baduy mengajarkan kejujuran dan kesederhanaan hidup. Dan tak ada sejarahnya warga Baduy mati karena kelaparan.
“Falsafah mereka, hirup mah kudu tutulung kanu butuh, tatalang kanu susah, mere kanu teu boga, nyaangan kanu poekeun, nganteur kanu sieun," ungkapnya.
Bahkan lanjutnya, dalam memperjuangkan sebuah kebenaran, membangun bangsa, ada kalimat yang sangat dahsyat maknanya, ulah gedug kalinduan, ulah rigrig kaanginan, ulah limpas kacaahan. Mun henteu, matak tambur kamenakan, matak teu awet juritan, matak leutik pangarahna-leutik pangaruhna kana ngabangun nagara.***
Artikel Terkait
Tetap Ramai Pengunjung, ini Update Terbaru Wisata Baduy Awal Tahun 2022
Dilarang Sekolah, Begini Pola Pendidikan Anak Pada Masyarakat Baduy
Kenali 5 Unsur Pemukiman Dalam Suku Baduy: Imah, Bale, Saung Lisung, Alun-Alun, dan Leuit
Lakukan Sidak ke Baduy, Mensos Risma Berikan Tambahan Bantuan Tunai Rp100 Miliar
Pemerhati: Seba Baduy bukan Bentuk Ketundukan Urang Kanekes