REFERENSI BERITA- Salah satu unsur kebudayaan yang luput dari pemahaman kebanyakan masyarakat Banten adalah bahasa Sunda Banten.
Pasalnya, karena tidak tahu mengenai arti bahasa sebagai bagian dari budaya, kebanyakan orang menilai bahasa Sunda Banten sebagai bahasa yang kasar (tidak halus).
Padahal, Menurut seorang dosen sejarah STKIP Setia Budhi Rangkasbitung Dadan Sudjana, bahasa Sunda Banten adalah bahasa dialek Banten dan tidak ada sangkut pautnya soal bahasa sunda kasar atau lemes karena memiliki ciri khas khusus dalam dialeknya.
Baca Juga: Menara Air Pandeglang, Saksi Sejarah yang masih Berdiri Gagah
Dadan Sudjana dalam bukunya mengatakan, menurutnya bahkan keberadaan bahasa Sunda Banten sudah diketahui sejak 1920-1923-an melalui sebuah karya tulis orang Banten bernama Mangoendikaria.
"Penulis tersebut bernama Mangoendikara, seorang mantri guru berprestasi dan memiliki bakat menulis, ia sudah melakukan pendataan bahasa sunda yang dipergunakan oleh masyarakat Banten," dikutip Referensi Berita dari buku 'Bahasa Sunda Banten di Pandeglang' pada Senin, 13 Desember 2021
Mangoendikaria menulis sebuah buku pada tahun 1923 dengan judul "Dialect Soenda Banten" dan ia pun terpilih sebagai juara pertama dengan meraih medali emas serta uang 100 gulden pada zaman kolonial Belanda.
Baca Juga: Dindikbud Kota Serang Gelar Pembelajaran Sejarah Banten untuk Guru SD dan SMP
Seperti dalam kutipannya, dijelaskan di Karesidenan Banten digunakannya bahasa Sunda namun hanya di afdeling Pandeglang dan Lebak dan sebagian Serang (Anyer) perbatasan Pandeglang.
Bahasa Sunda Banten banyak tercampur dengan bahasa Jawa, bahasa Melayu, Lampung, Melayu Betawi, dan bahasa-bahasa Asing seperti bahasa Arab, Cina, Belanda, Inggris, Portugis dan yang lainnya.
Namun, Bahasa Sunda Banten, paling banyak tercampur oleh Bahasa Jawa, sebab bahasa Jawa diposisikan sebagai bahasa halus Sunda Banten.
Baca Juga: Dr. Moh. Ali Fadillah: Kenali Sejarah Sejak Dini!
Para orang tua dahulu, ketika berbicara dengan para Ningrat, untuk menandakan hormatnya, menggunakan bahasa Jawa atau bahasa campuran Sunda dengan Jawa. Penyebab bahasa Jawa diakui sebagai bahasa halus (bahasa Ningrat), karena bahasa tersebut pada zaman dahulu (zaman sultan), digunakan di Kraton (Bahasa Kraton).
Selain itu, pada zaman dahulu juga ketika menghadap kaum Ningrat tidak menggunakan bahasa halus Jawa, disebut orang yang tidak beradab, karenanya sampai saat ini bahasa tersebut digunakan sebagai penghias (pelengkap) bahasa Sunda Banten.
Setelah di Banten banyak sekolah, bahasa Jawa halus tersebut sedikit demi sedikit menghilang, yang dipakai hanyalah yang pentingnya saja yang dianggap bahasa Sunda asli.
Baca Juga: Sejarah Perang Pasifik dan Tiga Teori Geopolitik Jepang Dalam Upaya Menguasai Dunia Tahun 1939-1941!
Akhirnya karena tidak ada yang mengurus dan yang memelihara, orang Banten tidak mengetahui, yang mana bahasa asal, dan yang mana bahasa pendatang, yang mengetahuinya mungkin hanyalah orang pintar dan para peneliti bahasa.***
Artikel Terkait
Akta Pendirian MAI Bank Banten: Sejarah, dan Tujuan di Dirikannya Bank Banten
Pendidikan Sejarah FKIP Untirta Adakan Workshop Karya Ilmiah
Dr. Moh. Ali Fadillah: Kenali Sejarah Sejak Dini!
Dindikbud Kota Serang Gelar Pembelajaran Sejarah Banten untuk Guru SD dan SMP
Menara Air Pandeglang, Saksi Sejarah yang masih Berdiri Gagah