Ancaman La Nina Terbukti, Komisi IV DPR RI Minta Pemerintah Tahan Kebijakan Berdampak Kerusakan Lingkungan

photo author
- Rabu, 22 Desember 2021 | 11:27 WIB
Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin.
Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin.

REFERENSI BERITA - Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin mencermati terjadinya bencana banjir baik yang terjadi di Indonesia maupun di negara tetangga seperti Malaysia, yang berlangsung di penghujung bulan Desember 2021 ini.

Hal tersebut sekaligus mengingatkan bahwa ancaman La Nina telah terbukti mengakibatkan bencana alam.

Akmal mengatakan, La Nina yang merupakan fenomena mendinginnya suhu permukaan air laut (SML) di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur hingga melewati batas normalnya, dan telah menyebabkan peningkatan curah hujan yang terjadi sebulan terakhir.

Baca Juga: Menag Yaqut: Kebijakan Kementerian Agama Harus Lahir dari Forum Ilmiah

Negara Indonesia dan sekitarnya telah merasakan dampaknya yang apabila kondisi daratan tidak mampu menghadapi, maka yang terjadi adalah banjir berkepanjangan. Daratan yang tidak mampu menahan curah hujan akibat La Nina disebabkan oleh keseimbangan lingkungan terganggu akibat ulah manusia.

"Kerusakan lingkungan berskala besar ini akibat banyak ijin penggunaaan kawasan hutan untuk tambang. Ini sudah berlangsung bertahun-tahun," ujar Akmal seperti dikutip Referensi Berita dari dpr.go.id pada Rabu, 22 Desember 2021.

"Untuk beberapa daerah, ada dugaan akibat pembukaan hutan untuk program food estate, tapi ini masih perlu pembuktian dengan evaluasi mendalam. Dan yang jelas bila pemindahan Ibu Kota Negara dipaksakan dengan membuka luasan lahan hutan yang signifikan, dampak kerusakan lingkungan akan semakin parah," terang Akmal.

Baca Juga: Lima Fakta Menarik dari Kota Bandung dari Sejarah Hingga Kuliner

Akmal menjabarkan, pada 2020 lalu La Nina memicu curah hujan tinggi dan bahkan pada November 2020 sempat memicu banjir dan longsor secara bersamaan di berbagai daerah.

Selain itu, banjir yang dipicu La Nina juga merusak tanggul dan menyebabkan air bah melimpas ke permukiman. Baru-baru ini, penyebab banjir yang terjadi di Kalimantan Barat tidak lain adalah karena berkurangnya tempat penyerapan air saat debit hujan tinggi, karena sebagian lahan sudah berubah menjadi tambang dan perkebunan sawit.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini meminta kepada pemerintah agar melakukan upaya restorasi ekosistem dan restorasi lingkungan, termasuk melakukan evaluasi terhadap izin tambang dan izin kebun sawit yang tidak memperhatikan tata kelola ekosistem.

Baca Juga: Lima Negara Ini Memiliki Iklim Terbaik di Dunia

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mesti menyiapkan langkah-langkah antisipatif akan adanya kemungkinan banjir pada daerah-daerah yang Daerah Aliran Sungai (DAS)-nya rusak.

"Selain hutan yang rusak, data dari KLHK sendiri di tahun 2018 menunjukkan luasan lahan kritis nasional seluas 14,1 juta hektar. Bila pemeritnah mampu merehabilitasi lahan kritis rerata tiap tahun seluas 250 ribu Hektar, maka butuh 40 tahun untuk menyelesaikan persoalan lahan kritis," ungkap legislator dapil Sulawesi Selatan II ini.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Suardi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X