Resmi Larang Polisi Aktif Duduki Jabatan Sipil, MK Kini Beri Pilihan antara Mundur atau Pensiun

photo author
- Kamis, 13 November 2025 | 19:42 WIB
Menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait larangan polisi aktif duduki jabatan sipil. (Dok. MK RI)
Menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait larangan polisi aktif duduki jabatan sipil. (Dok. MK RI)

Hakim Arsul Sani menyampaikan alasan berbeda (concurring opinion), sementara dua hakim lainnya, Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah mengemukakan pendapat berbeda (dissenting opinion).

Dua Hakim MK Berbeda Pendapat

Dalam kesempatan yang sama, Hakim Konstitusi, Daniel dan Guntur menilai, permohonan uji materi seharusnya ditolak.

Dalam pandangan mereka, frasa yang diuji bukanlah persoalan konstitusionalitas norma, melainkan implementasi aturan yang dapat diperbaiki melalui kebijakan administratif, bukan dengan pembatalan norma.

Baca Juga: Tak Hanya Bupati Ponorogo, KPK Tangkap Sekda hingga Dirut RSUD di Kasus Mutasi Jabatan yang Jerat Sugiri Sancoko

“Pengujian seharusnya ditolak karena tidak beralasan menurut hukum,” ujar Suhartoyo menutup pembacaan amar putusan.

Meski terdapat perbedaan pandangan, mayoritas hakim MK sepakat, keberadaan frasa penjelasan tersebut telah menimbulkan kerancuan dan berpotensi menurunkan kepastian hukum bagi masyarakat sipil maupun anggota kepolisian itu sendiri.

Anggota Komisi III DPR: Tak Bertentangan

Di lain pihak, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Nasir Djamil menyampaikan pandangannya terhadap putusan MK tersebut.

Menurut Nasir, secara prinsip, penempatan anggota Polri aktif di jabatan sipil tidaklah bertentangan dengan ketentuan hukum maupun jati diri kepolisian sebagai institusi non-kombatan.

“Polisi adalah institusi sipil, bukan militer," ucap Nasir kepada awak media di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 13 November 2025.

"Jadi, ketika anggota kepolisian ditempatkan di lembaga sipil, hal itu sebenarnya tidak bertentangan dengan sifat institusinya," imbuhnya.

Nasir lantas menegaskan, pentingnya penyesuaian peraturan agar sinkronisasi antara lembaga kepolisian dan lembaga sipil dapat berjalan lebih ideal.

Anggota Komisi III DPR itu menilai, ke depan, pemerintah dan DPR perlu mengharmonisasi regulasi agar aturan penugasan dapat berjalan tanpa menimbulkan tumpang tindih kewenangan.

“Pembentuk undang-undang perlu menyusun mekanisme yang ideal agar kepastian hukum tetap terjaga sekaligus memberi ruang bagi profesionalisme ASN maupun aparat kepolisian,” tegas Nasir.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Panji Setiawan

Rekomendasi

Terkini

X