REFERENSIBERITA.COM-Indonesia saat ini tengah menghadapi situasi polikrisis atau krisis politik yang ditandai dengan munculnya berbagai masalah, termasuk penurunan nilai-nilai demokrasi, disrupsi digital, krisis lingkungan, serta menurunnya kesejahteraan ekonomi masyarakat. Para akademisi di perguruan tinggi diharapkan dapat berkontribusi dalam menyelesaikan masalah polikrisis ini, terutama dalam menanamkan kembali nilai-nilai demokrasi yang semakin memudar di Indonesia.
Baca Juga: Bawaslu Bantul Luncurkan Program Desa Anti Politik Uang
“Menjadi tanggung jawab penting bagi akademisi saat ini untuk merangkul kembali demokrasi dalam berbagai aspek kehidupan. Mendemokratisasi berarti mengurangi konsentrasi kekuasaan dan mendorong individu untuk memiliki kekuasaan dalam menentukan keinginan mereka sendiri,” jelas Prof. Dr. Suharko, S.Sos., M.Si., Guru Besar Sosiologi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada, dalam pidato orasi ilmiah bertema “Urgensi Menavigasi Prakarsa-Prakarsa Universitas dalam Merespons Polikrisis dan Mempromosikan Demokrasi Inklusif”, yang disampaikan pada Kamis (19/9) dalam acara puncak Dies ke-69 Fisipol UGM.
Baca Juga: PKS Tidak Akan Berfungsi Sebagai Oposisi, Serahkan Pengawasan kepada DPR
Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Dr. Arie Sudjito, pakar sosiologi politik Fisipol, yang menyatakan bahwa demokrasi perlu diperkuat melalui Politik Emansipasi. Politik ini melibatkan masyarakat di berbagai lini, terutama kelompok yang terpinggirkan, agar mereka dapat memasukkan politik ke dalam praktik keseharian. “Agar masyarakat tidak apatis saat terjadi pelanggaran politik,” tegas Arie dalam seminar bertema “Gerakan Politik Kewargaan Kampus untuk Merespon Regresi Demokrasi, Disrupsi Digital, dan Krisis Ekologi”.
Baca Juga: Prabowo-Megawati Bakal Bertemu Dalam Waktu Dekat
Ia mencontohkan pemilu 2024 yang berhasil mengurangi polarisasi politik identitas, tetapi membiarkan praktik politik dinasti berkembang tanpa batas dalam tatanan negara. “Kita jarang membahas etika dalam kehidupan sehari-hari; perbincangan tentang etika hanya muncul saat sidang MK, padahal hal ini perlu dibicarakan lebih sering. Oleh karena itu, politik emansipasi membawa isu-isu publik ke dalam praktik sehari-hari, yang merupakan bagian dari pendidikan politik,” ungkapnya.
Dalam seminar tersebut, hadir pula dua pembicara lainnya, Politisi Dr. Rieke Diah Pitaloka, S.S., M.Hum., dan pakar hukum Bivitri Susanti, Ph.D., dengan Milda Longgeita Pinem, S.Sos., M.A., Ph.D. sebagai moderator.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Wawan Mas’udi, Ph.D., menjelaskan bahwa tema Dies kali ini mencerminkan tantangan yang dihadapi masyarakat saat ini. “Kami berupaya melakukan refleksi atas isu tersebut dan menawarkan solusi yang bisa diimplementasikan,” ujarnya.
Baca Juga: Akademisi Khawatir, Politik Uang Mulai Dianggap Lazim
Rektor Universitas Gadjah Mada, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med. Ed., Sp.OG (K)., Ph.D., dalam pidato sambutannya, mengucapkan selamat kepada Fisipol UGM dalam memperingati Dies ke-69. Rektor memberikan apresiasi kepada FISIPOL atas kontribusi yang telah diberikan kepada negara, termasuk hasil inovasi dalam kebijakan dan peningkatan jumlah mahasiswa pascasarjana. “Saya mengapresiasi Fakultas FISIPOL atas inovasi yang dihasilkan, dan berharap kontribusi ini dapat terus meningkat dengan karya-karya inovatif melalui peningkatan jumlah mahasiswa pascasarjana,” ujar Prof. Ova Emilia.
